Status Manusia Sebagai Hamba Allah dan Khalifah

Setiap manusia, sebagaimana makhluk lainnya, sejak lahir mempunyai status melekat sabagai hamba Allah. Namun demikian berbeda dengan makhluk lainnya, manusia mempunyai amanah sebagai khalifah yang bertugas memakmurkan bumi. Status dan amanah ini terus melekat dalam diri manusia sehingga perkawinan dan keluarga pun tidak melunturkannya.

Perkawinan bukan hanya demi memenuhi kebutuhan seksual secara halal, namun juga sebagai ikhtiar membangun keluarga yang baik. Keluarga berperan penting dalam kehidupan manusia baik secara personal, masyarakat dan negara. Keluarga adalah wadah untuk meneruskan keturunan dan tempat awal mendidik generasi baru untuk belajar nilai-nilai moral, berfikir, berkeyakinan, berbicara, bersikap, bertaqwa dan berkualitas dalam menjalankan perannya di masyarakat sebagai hamba dan khalifah Allah.
Status sebagai hamba Allah setidaknya mempunyai dua arti :

Pertama, manusia hanya boleh menjadi hamba Allah semata. Mereka dilarang keras diperbudak oleg harta, jabatan, lawan jenis, maupun kenikmatan dunia lainnya, oleh manusia maupun makhluk lainnya.

Kedua, sebagai sesama hamba Allah, manusia juga dilarang keras memperhamba manusia atau makhluk Allah lainnya. Ketaatan mutlak hanya boleh diberikan kepada Allah dan ketaatan pada sesama makhluk hanya boleh jika tidak bertentangan dengan ketaatan kepada Allah.

Hal ini berarti bahwa ketaatan kepada sesama makhluk harus sejalan dengan ketaatan kepada Allah sehingga dilarang dalam hal maksiat dan kejahatan. Dalam al-Quran Surat al-Hujurat : 13 Allah SWT menegaskan bahwa status sosiap seseorang, baik itu di dalam keluarga maupun masyarakat, sama sekali tidak menentukan kemuliaannya sebagai hamba Allah. Satu-satunya ukuran mulia di hadapan Allah adalah ketaqwaan.

Dalam hal mencegah kejahatan (nahi munkar), sebuah keluarga harus menjadi tempat berlindung paling aman dari aneka masalah sosial yang berkembang di masyarakat seperti kekerasan, pergaulan bebas, korupsi, perdagangan manusia, narkoba maupun lainnya. Keluarga jangan sampai menjadi tempat yang mengerikan karena menjadi sarang kejahatan, seperti tindak KDRT atau menjadi sumber masalah sosial. Dalam hal memerintah kebaikan (amar makruf), keluarga harus mampu memberikan manfaat seluas-luasnya pada masyarakat, baik melalui perilaku, materi, maupun malalui keturunan yang baik(dzurriyah thoiyyibah) atau generasi berkualitas.


Semoga bermanfaat......!!!!

Sumber : Fondasi Keluarga Sakinah, diterbitkan oleh : SUBDIT BINA KELUARGA  SAKINAH, DIREKTORAT BINA KUA DAN KELUARGA SAKINAH, FITJEN BIMAS USLAM, 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

UU NOMOR 16 TAHUN 2019 TENTANG PERUBAHAN ATAS UU NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN

Contoh SK Panitia Dana Alokasi Khusus (DAK) Tahun 2020

SK DIRJEN BIMAS NO 473 TAHUN 2020 TENTANG JUKNIS PENCATATAN PERNIKAHAN